KumpulanSoal Dan Pembahasan Fisika Listrik Arus Bolak Balik Guru Baru Indonesia Page 2. Contoh Soal Ujian Perangkat Desa Kunci Jawaban Ujian Perangkat Desa Desa Kecamatan Pedesaan Desain Resume Riwayat Hidup. Contoh Soal Op Amp Kumpulan Soal Pelajaran 8. Cara Menghitung Besar Frekuensi Pada Gelombang Osiloskop Pembelajaran Online Guru Elektronik. Novel" Ronggeng Dukuh Paruk" dan Novel " Bekisar Merah" karya Ahmad Tohari memiliki persamaan. Persamaannya yaitu kedua novel tersebut tokoh utamanya adalah seorang wanita muslimah yang memiliki sifat baik hati, pekerja keras, pantang menyerah, ikhlas, dan rela berkorban demi keluarga. Novel-novel tersebut sama-sama membicarakan Setelahmembaca novel ini, kita seperti telah membuka wawasan kita bahwa menjadi orang yang berpendirian teguh sangatlah susah, terutama bagi orang yang rela mengorbankan jabatan penting di suatu perusahaan ternama hanya karena ia melawan arus serta menuup matanya dari tindak korupsi dan manipulasi yang menggelegak di kantornya. ResensiNovel Bumi Manusia - Bagi penggiat sastra, tentu tidak asing dengan buku yang satu ini, yakni Bumi Manusia.. Bumi Manusia adalah salah satu karya besar dalam ranah sastra Indonesia, diciptakan oleh seorang sastrawan tanah air yang memang mengabdikan diri dan hidupnya untuk membuat sebuah rencana keabadian. Beliau adalah Pramoedya Ananta Toer, atau yang akrab disapa Pram. RESENSINOVEL "LIONBOY"kebenaran penampilan pria Afrika tinggi besar dan wanita berambut mera h memutuskan mereka h arus pergi secara Benar-benar kacau,tentu saja,karena sebagian orang ingin memutar balik waktu dan h idup bersama orang tuanya dimasa kanak-kanak yang ba h agia,tapi itu musta h il jadi C h arlie dengan sigap mengali h kan Perkembanganini penting bagi memberi jaminan bahawa sastera kita turut sama dalam arus semasa. Sama ada kita mempersetujui sastera serius sebagai sastera jaminan peradaban kita atau menerima sastera popular sebagai cerminan pola budaya kita, kedua-duanya harus dimurnikan. Untuk melindungi novel pop ini dari jatuh terjerumus ke dalam Novelini menceritakan kehidupan tokoh utama yaitu Karman secara flashback atau kilas balik. Ahmad Tohari memundurkan jalan cerita, diceritakan nya bagaimana masa kecil Karman yang susah, hidup tanpa ayahnya danh arus banting tulang bekerja menjadi pembantu dan pengasuh anak Haji Bakir, RESENSI NOVEL KUBAH Karya Ahmad Tohari. Pertanyaan Novel Atheis karya Akhdiat K. Mihardja mengisahkan tokoh Hasan yang pada awalnya mengenal dunia yang statis, penuh kedamaian, dan jauh dari huru-hara keramaian dunia. Ia terkenal sebagai anak yang saleh, alim, dan taat beribadah sesuai dengan tuntutan agamanya. Sejak kecil Hasan taat mengaji, berpuasa, dan mengikuti aliran sufi. Padaresensi buku berjudul Pengarang Tidak Mati ini, lebih mengkhususkan pada karya-karya tulis. Jadi, tulisan, apa pun jenisnya -esai, cerpen, novel, puisi, drama, catatan harian, laporan jurnalistik, atau entah apa lagi —ternyata punya garis hidup sendiri; membawa nasibnya entah ke mana. Ada tulisan yang prematur, lalu mengembuskan napas. qlX0q. Resensi Novel Arus Balik Pramoedya Ananta Toer Rizky kusumo 6 years ago resensi, Thread kali ini akan membahas salah satu novel legendaris Indonesia, kenapa legendaris? karena karya ini di buat oleh salah satu novelis terbesar di negara ini, Pramoedya Ananta Toer. Apakah teman-teman mengenal sosok ini? Beliau adalah sosok Masterpiece dalam bidang seni dan budaya terutama novel. berapa hasil karyanya seperti Tetralogi Bumi Manusia, Arus Balik, Gadis Pantai, dll. Keterlibatan Pram di organisasi Lekra Lembaga Kebudayaan Rakyat membuat dirinya pernah di penjara di Pulau Buru, bahkan beberapa bukunya pernah Kali ini Gua sendiri akan meresensi bukunya yang berjudul Arus Balik, yang sebernanya merupakan Tetralogi 4 novel lainya Arok Dedes, Arus Balik, Mangir, dan satu naskah yang masih hilang. Novel ini mengisahkan sebuah arus yang berbalik, setelah keruntuhan kerajaan Majapahit 1478 M membuat Nusantara yang dahulunya merupakan mercusuar dari Selatan dan membawa arus ke arah Utara, akhirnya harus menerima kenyataaan bahwa arus telah berbalik. Hingga pada akhirnya Indonesia dan sekitarnya Nusantara saat itu harus menerima kenyataan sekian abad lamanya terjajah. Kemahiran Pram, mengisahkan suasana yang terjadi saat itu dengan gaya cerita, membuat kita akan sangat mudah mengetahui kebudayaan, pola pikir, perjuangan masyarakat Nusantara saat itu. Karena itulah, Gua akan membahas sekilas Novel tersebut dalam resensi kali ini, Oke selamat membaca.... Arus Balik Nusantara menjadi saksi bisu, kehebatan kerajaan besar penguasa arus selatan hingga mampu menerjang penguasa kerajaan utara. Majapahit, menjadi kekuatan maritim terbesar pada abad nya 1350 - 1389 M, mengusai hampir seluruh bagian dari negara Indonesia saat ini, hingga Singapura Tumasik, Malaysia Malaya, dan beberapa negera ASEAN lainya. Tapi, itu hanya kisah dongeng masa lalu bagi masyarakat desa saat itu. Kerajaan Majapahit sudahlah hancur dalam perang saudara tak berkesudahan, wafatnya sang Mahapatih Gajah Mada menjadi titik awal, kemudian berturut-turut peristiwa menggrogoti kerajaan ini, dan akhirnya lenyap setelah kedatangan agama Islam. Setelah itu Arus pun berbalik, kerajaan-kerajaan yang dahulunya berada dalam kekuasaan Majapahit akhirnya melepaskan diri. Para keturunan bangsawan Majapahit pun lebih memilih berkonsentrasi kepada kekusaaan yang tersisa, termasuk Raja Tuban Wilwatika. Tidak seperti nenek moyangnya, Wilwatika tidaklah berhasrat untuk menguasai atau memperluas kekuasaanya,"Perdamaian jauh lebih berarti buat rakyat, ucapnya. Tapi, hidupnya akan berubah drastis bukan saja bergeraknya arus dari eksternal kedatangan Portugis dan internal munculnya Demak, namun yang lebih penting munculnya sosok Galeng pemuda desa yang muncul dalam hingar bingar arus adalah pemuda desa yang memiliki ketangkasan, kecerdasaan, dan keberanian dibandingkan pemuda lain. Kemampuan nya itu pun di tambah selama masih tinggal di desa, dia sering mendengar "ocehan" dari Rama Cluring yang katanya pernah merasakan kehebatan Majapahit. Kemampuan fisik disertai luasnya wawasan, menjadi modal penting Galeng untuk masuk sebagai pemeran dalam arus balik Nusantara saat itu. Hasilnya babak itu di mulai saat Galeng menghadiri kejuaraan di Tuban bersama kekasihnya Idayu. Kemenengan Galeng sebagai juara dalam kejuaran itu menjadi titik awal pergulatan pemuda desa itu. Munculnya konflik seperti pengkhianatan, kehidupan feodal, munculnya para "penjilat", menambah konflik dalam kerajaan Tuban. Kedatangan Portugis menguasai Kerajaan Malaka menjadi babak awal Galeng sebagai duta Tuban dalam peperangan merebut Malaka, yang di pimpin oleh Adipati Unus Laksamana Demak, walau akhirnya pasukan Nusantara kalah karena belum bersatunya pasukan kerajaan tersebut. Selain kisah peperangan, dalam novel ini Pram pun mengisahkan bagaimana akulturasi budaya masyarakat Jawa yang dahulunya Hindu-Buddha menjadi Islam. Walau peran Wali Songo tidak terlalu ditonjolkan tapi sosok Muhammad Firman Pada menjadi rujukan bagaimana Islam mulai masuk ke masyarakat Jawa. Muncullah drama di sini, bagaimana Firman berperang melawan budaya Hindu -Buddha yang masih kental saat itu. Akhirnya sangat sedikit dari masyrakat jawa pedalaman yang me ameluk agama Islam. Sosok Firman ini menjadi sosok penting karena merupakan Musafir yang langsung diutus oleh Sunan Bonan untuk menyebarkan agama Islam. Namun, setelah wafatnya Adipati Unus dan digantikan Raden Trenggono mengubah arus politik Demak. Arus yang tadinya mengarah ke peperangan terhadap Portugis Peranggi berubah setahap demi setahap ke arah perluasan wilayah oleh Raden Trenggono. Hal yang menggugurkan cita-cita Adipati Unus. Pram pun menyungguhkan, bagaimana bangsa-bangsa Nusantara saat itu bisa berkerja sama dengan pasukan Portugal Peranggi. Mulai dari Kerajaan Blambangan dan para pasukan pemberontak Ki Aji Benggala, membuat kita mengetahui cara para penjajah setahap demi setahap mendapat peluang untuk menaklukan Nusantara. Tapi disini, kemampuan Galeng sebagai tokoh Protagonis akhirnya muncul dan daya karismanya mengalahkan aura Raja Walwatika. Akhirnya peperangan demi peperangan pun bermunculan di tanah Jawa, pulau yang tenang itu berubah menjadi daerah peperangan. Galeng, nantinya menjadi Wiragaleng akhirnya menjadi tokoh yang ditunggu untuk mengusir penjajah, menghentikan peperangan saudara, mempersatukan Nusantara layaknya Gajah Mada. Tapi, seperti kata Pram bahwa Arus saat itu sudah berbalik, apakah Galeng mampu membalikan arus itu seperti dahulu kala? Atau tentu Arus -nya tetap Balik? Novel Arus Balik ini katanya merupakan karya terbaik dari Pramoedya Ananta Toer selain novel-novel ciptaanya. Tapi, kehebatan Pram menyajikan realisme sosial dalam kisah novel tentulah menjadi kekuatanya. Hal inilah yang membuat Pram bahkan bisa dibandingkan Bahkan lebih dengan pencipta Harry Potter, Dan Brown Da Vnci Code, dll. Tapi, diskriminasi terhadap Pram membuat karya-karya nya tidak pernah muncul. Padahal, sajian Novel Pram merupakan "Real" yang terjadi pada masyarakat. Mungkin Pram benar, sekarang Arus telah berbalik.. Sinopsis Novel Arus Balik Karya Pramoedya Ananta Toer - Selamat siang, selamat berjumpa lagi dengan blog MJ Brigaseli. Pada kesempatan kali ini saya akan berbagi sinopsis novel Arus Balik karya Pramoedya Ananta Toer yang diterbitkan oleh Hasta Mitra pada tahun 1995. Arus Balik adalah sebuah epos pasca kejayaan Nusantara sebagai kekuatan dan kesatuan maritim pada awal abad 16. Arus Balik mengisahkan tentang sebuah arus yang berbalik. Setelah keruntuhan kerajaan Majapahit 1478 M membuat arus Nusantara yang dahulunya merupakan mercusuar dari Selatan yang selalu mendominasi Utara, akhirnya harus menerima kenyataaan bahwa arus yang selama ini berjalan, telah berbalik. Hingga pada akhirnya Indonesia dan sekitarnya Nusantara saat itu harus menerima kenyataan sekian abad lamanya terjajah. Pada awalnya Nusantara sebagai wilayah selatan Asia mampu menjadi mercusuar peradaban dunia dengan kerajaan yang maha besarnya, Majapahit, yang kekuasaannya tersebar hingga Tumasik sekarang Singapura, Malaya Malaysia, dan beberapa negera ASEAN lainya, namun itu hanyalah dongengan belaka bagi masyarakat Nusantara waktu itu sekitar tahun 1251 M. Kerajaan Majapahit sudahlah hancur dalam perang saudara tak berkesudahan, wafatnya sang Mahapatih Sakti Mandraguna Gajah Mada menjadi titik awal, kemudian berturut-turut peristiwa menggrogoti kerajaan ini, dan akhirnya lenyap setelah kedatangan agama Islam. Setelah itu Arus pun berbalik, kerajaan-kerajaan yang dahulunya berada dalam kekuasaan Majapahit akhirnya melepaskan diri. Para keturunan bangsawan Majapahit pun lebih memilih konsentrasi pada wilayah kekusaaan yang tersisa, termasuk Adipati Tuban, Adipati Arya Teja Tumenggung Wilwatikta. Tidak seperti nenek moyangnya yang selalu ambisius melebarkan sayap kekuasaan, Wilwatikta tidak berhasrat sama sekali untuk memperluas kekuasaannya. Tapi, masa depan Tuban akan berubah drastis bukan saja bergeraknya arus dari eksternal kedatangan Portugis dan internal hadirnya Demak yang ambisius, namun yang lebih penting munculnya sosok Galeng pemuda desa yang hadir dalam hingar bingar arus tersebut dengan cemerlangnya wibawa dan mahirnya memikat hati masyarakat sekitarnya lewat kemahiran silatnya. Idayu dan Galeng adalah pemuda desa yang berasal dari keturunan rakyat biasa. Di desanya, mereka sering mendengarkan ceramah Rama Cluring seorang guru pembicara yang kerjanya berpetualang dan berbicara di setiap tempat yang disinggahinya. Isi ceramah Rama Cluring yang selalu hidup di pikiran mereka adalah tentang melawan kemerosotan dan tentang persatuan Nusantara. Inilah yang kemudian jadi dasar bagi Galeng dalam menjalankan tugas negara. Materi tentang kemerosotan yang sering disinggung Rama Cluring adalah kemerosotan kaum ningrat dan kemerosotan rakyat. Saat membicarakan kedua hal tersebut, tidak jarang sampai mengkritik adipati, hal yang setengah mustahil dilakukan waktu itu. Karena kritikannya itu, Rama Cluring diracun oleh kepala desa. Sebelum meninggal, Galeng dan Idayu-lah yang mengurusnya. Ketika kembali diadakan berbagai kejuaraan di Tuban, kepala desa berniat mengirimkan Galeng dan Idayu yang sudah dua kali berturut-turut mendapatkan juara. Semula mereka menolak, namun karena ancaman kepala desa atas perbuatan mereka yang menolong Rama Cluring, akhirnya mereka bersedia ikut. Mereka menjadi juara untuk ketiga kalinya, Idayu menjadi juara tari dan Galeng menjadi juara gulat. Sebagai juara tiga kali berturut-turut, Idayu terkena aturan khusus, yaitu harus menjadi selir adipati. Mengetahui hal itu, Idayu dan Galeng sangat sedih. Sebagai juara, Idayu diperbolehkan mengajukan permintaan kepada adipati. Permintaan yang diajukannya adalah agar dirinya dinikahkan dengan Galeng. Adipati Tuban marah, tangannya memegang keris. Namun, dihentikannya karena kesadaran bahwa seluruh rakyat Tuban mencintai Idayu. Patih Tuban menunjukkan dukungannya atas Idayu dan Galeng, begitu juga hadirin yang lain. Adipati Tuban akhirnya meluluskan permintaan Idayu, tidak hanya itu, Galeng dan Idayu dinikahkan di kadipaten, menjadi pengantin kerajaan. Tidak lama berselang, Galeng diangkat menjadi Syahbandar Muda Tuban. Salah satu tugasnya adalah mengawasi Syahbandar Tuban yang dicurigai punya hubungan dengan Portugis. Tidak hanya itu, kemudian Galeng diangkat menjadi Kepala Angkatan Laut Tuban. Sebagai kepala angkatan laut, tugas pertama yang diembannya adalah bergabung dengan Adipati Unus, melakukan penyerangan terhadap Portugis di Malaka 1512-1513 M. Walaupun ikut berangkat, Galeng tidak ikut bertempur karena Adipati Tuban sengaja memperlambat keberangkatannya, agar namanya tidak hancur di mata Jepara dan kerajaan lain dan juga tetap baik di mata Portugis. Galeng hanya menemukan armada Adipati Unus pulang dalam keadaan hancur. Bahkan, Adipati Unus sendiri menderita luka di sekujur tubuhnya. Beberapa waktu kemudian, tersiar kabar bahwa mantan Syahbandar Tuban yang tidak rela dengan penggantiannya, menggalang kekuatan di Desa Rajeg. Tidak hanya itu, aktivitasnya sudah menunjukkan akan melakukan penyerangan terhadap Tuban. Atas berita ini, Patih Tuban berusaha menggerakkan tentara yang cukup besar. Namun, Adipati Tuban tidak pernah berkenan, dia hanya mengizinkan untuk memberangkatkan lima ratus orang tentara. Karena tindakan adipati ini, ditambah penghinaan yang sering diterimanya, Patih Tuban menjadi patah semangat. Melihat tidak ada niat pada Patih-Senapati Tuban untuk memberantas pemberontak, Galeng terpaksa membunuhnya dan mengambil alih semua tentara. Kadipaten dikosongkannya, adipati dijauhkan dari kekuasaan agar tidak mengganggu rencananya. Dalam waktu tidak terlalu lama, tentara Rajeg berasil dihancurkan. Setelah mendapatkan kemenangan yang gemilang, Galeng kembali menyerahkan kekuasaan pada adipati. Namun, Adipati Tuban tidak menerima tindakan Galeng yang dianggapnya lancang. Hanya karena dukungan dari para pemimpin pasukan lain—ditambah pengetahuan adipati bahwa semua rakyatnya mencintai Galeng dan Idayu—dia bisa terbebas dari hukuman mati. Akhirnya tindakan terkeras yang dapat dilakukan adipati hanyalah mengusir Galeng dari Tuban. Sementara itu, Sultan Demak meninggal dan digantikan putra mahkotanya yang bernama Unus 1518 M. Keadaan Unus yang cidera membuat dia hanya bertahta selama tiga tahun. Walaupun begitu, dirinya sudah berusaha membangun angkatan laut yang besar, semua pendanaan dikerahkan ke Bandar Jepara, tempat pembuatan kapal-kapal perang yang besar. Sepeninggal Adipati Unus 1521 M, Trenggono naik tahta dengan cara membunuh Pangeran Seda Lepen yang berpotensi untuk menggantikan Unus. Atas desakan ibunya, Trenggono yang lebih mengutamakan pasukan kuda itu akhirnya bersedia menyerang Malaka. Fatahillah diangkat sebagai pimpinan pasukan lautnya. Sementara itu, pasukan kuda tetap berada di tangannya. Untuk melakukan penyerangan tersebut, Ratu Aisah sudah menjalin kerja sama dengan beberapa kerajaan. Seperti pada penyerangan pertama 1512-1513, Tuban ikut serta. Oleh karena itu, Galeng dipanggil kembali ke Tuban untuk bergabung dengan Demak menyerang Malaka. Adipati mengutus Patih Tuban yang baru Kala Cuwil Sang Wirabumi untuk menjemputnya. Pada penyerbuan kali ini Demak yang dipimpin Fatahillah berkhianat dengan melakukan penyerangan terhadap Jawa dari arah Barat. Sementara itu, pasukan kuda yang dipimpin oleh Trenggono melakukan penyerangan terhadap Jawa bagian timur. Seperti kerjaan-kerjaan lain, Tuban pun tidak lepas dari serangan Demak, hanya dengan usaha keras dan sikap pantang menyerah sajalah mereka berhasil mengusir kembali pasukan Demak. Galeng merasa usahanya tidak akan berhasil dengan sedikitnya jumlah pasukan dan persenjataan. Oleh karena itu, dia tidak marah kepada anak buahnya yang berubah menjadi petani bersenjata dan menikah dengan penduduk setempat. Setelah mengetahui bahwa Portugis melakukan penyerangan dan menguasai Tuban, Galeng beserta beberapa orang prajurit pulang ke Tuban. Dalam pimpinannya pasukan Tuban berhasil mengusir Portugis. Galeng adalah rakyat biasa dengan pengabdiannya yang luar biasa. Setelah mengabdi untuk adipati, bangsa, dan negaranya, dia kembali menjadi petani di pedalaman Tuban. Itulah tadi sinopsis novel Arus Balik karya Pramoedya Ananta Toer. Semoga bisa bermanfaat dan menghibur pembaca semuanya. Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Mereka berdua mendirikan perusahaan batik tulis cap Canting. Batik tulis cap Canting ternyata sangat disukai oleh masyarakat Solo dan sekitarnya. Bu Bei yang menjabat sebagai pemimpin perusahaan menjadi sibuk. Memerintah para buruh, menjaga kios di Pasar Klewer, dan menghitung penghasilan merupakan pekerjaan sehari-harinya. Namun di tengah kesibukan itu, ia masih bisa berperan menjadi istri yang baik bagi Pak Bei. Menyediakan makanan, membuatkan jamu, dan memijat Pak Bei merupakan hal-hal yang Bu Bei lakukan sebagai bentuk bakti terhadap dan Ibu Bei ternyata dianugerahi enam anak oleh Gusti Allah. Anak yang sulung bernama Wahyu Dewabrata, yang kedua Lintang Dewanti, yang ketiga Bayu Dewasunu, yang keempat Ismaya Dewakusuma, yang kelima Wening Dewamurti, dan si bungsu Subandini Dewaputri. Ketika Ni lahir, ia sempat dicurigai berasal dari hubungan gelap karena keadaan fisiknya yang berbeda dari kakak-kakaknya, "Hitam seperti jangkrik." Berkat pola asuh yang baik dari Pak Bei maupun Bu Bei, keenam anaknya meraih kesuksesan dalam hidup. Wahyu menjadi dokter, Lintang menjadi istri kolonel, Bayu menjadi dokter gigi, Ismaya menjadi insinyur, Wening menjadi kontraktor, dan Ni menjadi sarjana farmasi. Setelah menjalani kehidupan masing-masing, anak-anak Sestrokusuma berkumpul kembali di hari upacara wolung windu Pak Bei, atau ulang tahun ke-64. Bu Bei yang sudah semakin tua membuatnya tidak segesit dahulu lagi sehingga perusahaan batik cap Canting akan ditutup. Ni mengutarakan niatnya bahwa ia akan meneruskan usaha batik keluarga. Ia merasa tidak tega jika harus membubarkan ke-112 buruh yang telah mengabdi sejak lama. Ia merasa bahwa semua yang telah dicapai kakak-kakaknya merupakan hasil kerja para buruh ini. Secara tak disangka, hal ini menyakiti ibunya karena seakan-akan semakin menguatkan bahwa Ni berdarah buruh batik dan bukan berdarah ngabehi atau bangsawan. Ni akhirnya diperbolehkan untuk meneruskan pembatikan oleh Pak Bei. Dengan gigih, Ni mencoba mempertahankan usaha batik tulisnya di tengah kemunculan pabrik-pabrik batik cetak yang lebih besar. Kalau batik tulis memerlukan waktu berbulan-bulan untuk menghasilkan kain batik yang halus, pabrik-pabrik ini bisa menghasilkan ratusan meter dalam sekejap. Dalam usahanya ini, Ni menjadi sakit keras, bahkan hampir meninggal. Setelah didoakan Pak Bei, Ni menjadi sembuh kembali dan sadar akan apa yang harus ia perbuat dengan perusahaannya. Mulai sekarang, ia tidak akan mencap batiknya dengan logo canting. Perusahaannya akan mengerjakan apa yang diminta oleh perusahaan-perusahaan besar itu. Sebab ia tahu bahwa tidak ada gunanya mempertahankan usahanya dan menyaingi perusahaan-perusahaan ini. Melebur dengan perkembangan zaman merupakan jalan terbaik. Dalam buku ini, sang penulis menyisipkan banyak unsur sosial dan budaya Jawa, khususnya Solo. Penggambaran budaya yang sangat bisa dirasakan para pembaca mungkin dikarenakan Arswendo merupakan kelahiran Solo. Unsur sosial dalam buku ini sangat jelas tampak pada stratifikasi sosial antara pengusaha batik, yakni keluarga Sestrokusuma, dan para buruh batik. Diceritakan bahwa para buruh batik tinggal di deretan kamar di belakang bangunan utama yang disebut kebon. Kamar-kamar ini bahkan tidak mempunyai pintu, hanya tirai dari kain termurah. Sementara keluarga ngabehi tinggal di Ndalem Ngabean Sestrokusuma, yang dikelilingi dinding tebal, yang mempunyai halaman luas, yang bangunan utamanya sangat besar. Meskipun begitu, banyak yang nilai-nilai kehidupan yang bisa kita dapatkan dari para buruh ini. Mereka hidup dengan sangat sederhana, mengabdi kepada keluarga priyayi ini dengan sikap pasrah dan serba bersyukur. Mereka rela melakukan apa saja karena mereka tahu bahwa bekerja seperti ini masih lebih mulia daripada menganggur. "Mereka inilah yang menemukan cara hidup yang tetap terhormat, dengan menenggelamkan diri."Melalui novel ini, Arswendo ingin memperkenalkan budaya Jawa kepada pembacanya, terutama batik tulis khas Solo. Diceritakan bahwa proses pembuatan batik tulis bisa memakan waktu berbulan-bulan. Dimulai dari menyiapkan kain, menggambar pola, menegaskan pola dengan canting, proses pewarnaan, dan seterusnya. Selain itu, terdapat pula upacara-upacara menurut tradisi Jawa seperti peringatan kematian seseorang pada hari ke-7 dan ke-40. Seterusnya, ada upacara pendhak pisan, yaitu upacara selamatan setelah satu tahun meninggalnya seseorang, dan pendhak pindho yang dilaksanakan pada tahun berikutnya. Ada juga upacara tedak sinten, upacara ketika seorang bayi menapakkan kakinya di atas tanah untuk pertama kalinya. Bayi itu juga akan diramal bagaimana hidupnya kelak. Hal yang menarik dari novel ini adalah terdapat beberapa peristiwa sejarah yang diselipkan dalam novel ini. Suatu ketika, Pak Bei memperingatkan Gusti Harjan bahwa banjir besar akan melanda Solo. Gusti Harjan menganggap bahwa Pak Bei bersikap sok pintar dan meremehkan kemampuan keraton untuk memperkirakan kemungkinan terjadinya banjir. Lagipula, keraton tidak pernah kebanjiran karena adanya tanggul yang tebal. Nyatanya, pada tahun 1966 Sungai Bengawan Solo benar-benar meluap dan banjir pun melanda Kota Solo, Kabupaten Wonogiri, dan Kabupaten Sukoharjo. Hujan turun terus-menerus, lebih deras dari yang pernah dirasakan, dan dalam beberapa saat saja tanggul dan pintu air yang mengelilingi Kota Solo pun jebol. Pabrik batik Pak Bei menjadi berantakan, kain-kain batik menjadi rusak, dan kerugian pun tak yang lain adalah ketika pagi hari di Ndalem Ngabean disambut oleh teriakan pemuda-pemuda yang garang. "Setan kota! Kapitalis! Nekolim!" teriak mereka kepada Pak Bei. Mereka kemudian masuk ke dalam, memorak-morandakan area pabrik. Terdengar berita bahwa banyak orang yang kemudian ditangkap, ditembak. "... Sungai Bacem di sebelah selatan penuh dengan mayat." Berdasarkan keterangan sejarawan Heri Priyatmoko, pernah ditemukan lebih dari 20 mayat menumpuk di Sungai Bengawan Solo yang dangkal. Bagian cerita ini menggambarkan Jembatan Bacem yang dijadikan sebagai tempat pembantaian PKI pada tahun 1960. Novel ini sukses menangkap esensi dari kebudayaan Jawa serta berbagai filosofi hidupnya. Penggunaan banyak istilah Jawa dalam mendeskripsikan suatu kejadian, sebagai nama benda, dan dalam dialog antar tokoh membuat pembaca merasakan suasana budaya Jawa. Istilah-istilah ini seharusnya tidak akan membuat bingung para pembaca karena sang penulis akan langsung menyertakan penjelasan singkat atau digunakan dalam konteks yang jelas. Pesan dalam novel ini ditulis dengan baik, tentang bagaimana Ni mengikuti sifat Pak Bei yang aeng dan tidak Jawa. Sebagaimana Pak Bei memutuskan untuk menikahi seorang buruh batik, Ni berani beda dari kakak-kakaknya dengan meneruskan usaha pembatikan. Ke-aeng-an ini menantang segala tradisi yang sudah ditetapkan sejak lama dan memungkinkan kita untuk lebih banyak kekurangan yang bisa disebutkan dari karya sastra yang satu ini, terlepas dari adanya beberapa kesalahan penulisan kata. Entah karena kelalaian editor atau hal lainnya, namun kesalahan-kesalahan penulisan ini bisa memengaruhi pengalaman membaca. Kekurangan lainnya terdapat pada adegan-adegan monolog panjang yang sering dilakukan Pak Bei. Monolog ini bisa mencapai lebih dari satu paragraf dan dipisahkan oleh tanda kutip. Sehingga dua kutipan yang berbeda sebenarnya masih merupakan kata-kata Pak Bei. Hal ini bisa membuat beberapa pembaca bingung dan harus sekali atau dua kali mengulangi bagian ini akan cocok sebagai bahan bacaan untuk orang-orang yang tertarik dengan tema kebudayaan jawa ataupun keluarga. Novel ini juga cocok untuk remaja karena sarat akan filosofi nilai-nilai kehidupan seperti bagaimana kita diajak untuk kritis terhadap aturan-aturan sosial yang ada. Namun novel ini tidak akan cocok untuk anak-anak di bawah usia 13 tahun karena mereka mungkin belum paham akan cerita dan kata-katanya. Selain itu, bukunya pun cukup tebal. 1 2 3 Lihat Fiksiana Selengkapnya